Tampilkan postingan dengan label cerita inspiratif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita inspiratif. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Oktober 2017

Cerita Semangat Seorang Kakek Membangun Terowongan


Saat matahari baru berniat muncul ke permukaan dan menampakkan sinarnya. Seorang kakek yang sudah renta berjalan sambil memikul cangkul dan linggis. Jalannya sudah tak setegap dulu, saat ia masih menjadi pejuang di jaman kemerdekaan. Kini ia berjalan agak membungkuk dengan langkah yang tertatih. Namun semangatnya masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah.

Sudah sejak lama Desa Tebing tinggi seolah terisolasi dari kota dan desa-desa lainnya. Sebagian wilayah desa itu berbatasan dengan lautan. Dan sebagian lagi memang berbatasan dengan desa lain. Namun perbatasan itu dihalangi oleh tebing tinggi yang amat tinggi dan membentang. Jika warga desa ingin pergi ke desa lain untuk menjual hasil pertaniannya, atau bertemu dengan sanak saudara di desa lain, maka mereka harus melewati laut terlebih dahulu ke arah yang berlawanan. Kemudian memutar begitu jauh sekali.

Kakek Sumardi, kakek yang tua renta itu setiap pagi selalu berjalan menuju tebing tinggi itu. Ia berusaha membuat terowongan agar ada jalan menembus ke desa Sukamakmur yang berada di balik tebing itu. Karena dari desa Sukamakmur bisa diteruskan perjalanan menuju kota. Dengan cangkul dan linggisnya ia berusaha melubangi dinding tebing yang amat keras itu. Ia tak menyerah walau tetes demi tetes keringat mengucur dari dahinya, walau hanya bersusah payah seorang diri, walau warga desa lain selalu menganggapnya gila. Yang ia pikirkan adalah membuat jalan menuju kota. Karena anaknya pergi ke kota tuk mengadu nasib. Ia pergi naik perahu dan memutar ke kota. Sementara kakek itu, tak punya biaya untuk menyewa perahu, untuk menyusul anaknya ke kota.

“Sudahlah kek Sumardi, kita nggak mungkin melubangi dinding batu itu, itu sangat tebal sekali. Apalagi kau sudah renta. Istirahat saja dirumah,” ucap Rahmat, warga desa yang melihat kakek itu sedang berusaha membuat terowongan.

Kakek itu hanya terdiam. Tak menggubris perkataan pemuda 30 tahunan itu. Ia tetap fokus pada pekerjaannya.

“Kek, kakek sudah gila yah? Kakek cuma mimpi untuk buat terowongan di tebing ini, hahaha. . .,” pemuda itu mengolok-olok dan menertawakannya.

Kakek itu menghentikan pekerjaannya, ia menjatuhkan linggisnya.

“Diam kau anak muda, saya takkan pernah berhenti. Saya tak peduli semua warga kampung bilang saya gila sekalipun,” bentak kakek itu yang agak terpancing emosi.

Sang pemuda tadi hanya melenggang sembari tersenyum tipis seolah meremehkan si kakek. Namun semua penghinaan, dan seluruh warga yang meremehkannya semakin membakar semangatnya untuk membuat terowongan menembus tebing.
***

“Kek, mama mana ya kek, kok belum pulang-pulang?” tanya Adit, cucu sang kakek yang masih kecil.

“Adit, mama Adit sedang kerja buat Adit. Sebentar lagi mamah Adit pulang,” jawan Si Kakek.

Aditlah salah satu yang membuat si Kakek begitu menggebu untuk membuat terowongan itu. Selain ia juga ingin desa ini tidak terisolasi. Ia ingin seluruh warga desa punya akses ke luar tanpa harus memutar melalui laut. Walaupun saat ini tak ada warga desa yang mau membantunya. Menurut mereka hal itu mustahil, si kakek sudah coba berkali-kali membujuk warga desa untuk bergotong royong membuat terowongan itu. Namun tak ada yang percaya dan mau mengikutinya.
***

Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Si kakek terus konsisten untuk berusaha membuat terowongan itu dari pagi hingga petang. Ia tetap tak peduli omongan warga. Ia juga tak peduli betapa letihnya harus memaksa otot-ototnya yang telah melemah terus bekerja. Lubang di tebing itu kini sudah mencapai sekitar 3 meter.
Seorang pemuda yang berumur 20-an tahun menghampirinya dan bertanya padanya. Rudi namanya.

“Kek, mengapa kakek begitu rajin untuk membuat terowongan. Padahal kakek kan sudah tua? tanya si pemuda dengan sopan.

“Anak muda, kakek ingin membuat jalan. Karena anak kakek saat ini ada di kota. Selain itu, kakek juga ingin warga desa ini punya akses jalan ke luar dari desa ini. Tidak harus memutar ke laut untuk ke desa lain atau ke kota,” jawab si kakek.

“Tapi kan mungkin akan butuh waktu bertahun-tahun kek, mungkin takkan selesai untuk melubangi tebing yang besar dan keras ini?” tanya Rudi, si pemuda.

“Ya, bahkan mungkin usia kakek tak cukup untuk menyelesaikan terowongan ini seorang diri. Tapi kakek mengerjakan ini bukan semata untuk kakek. Jika pun ini tak selesai, maka cucu kakek yang akan meneruskannya, jika masih belum selesai, maka keturunan berikutnya yang akan menyelesaikannya. Kita hidup untuk terus berusaha, bukan menyerah hanya karena kesulitan. Bahkan air yang menetes di batu pun lama kelamaan bisa membuat batu menjadi berlubang,” bijak si kakek.

Sambil berjalan meninggalkan si kakek, si pemuda itu merenungi perkataan si kakek. Ia berpikir kalau ada benarnya juga apa yang dikatakannya. Sementara si kakek itu meneruskan lagi pekerjaannya.

Beberapa waktu kemudian, Adit, cucu sang kakek hendak menyusul si kakek untuk membantunya. Anak sekecil itu begitu merasa iba ketika melihat sang kakek selalu pulang keletihan setiap harinya.

“Kek, kakek capek, biar Adit bantu ya kek,” ucap Adit yang menghampiri kakeknya.

“Adit, pulanglah nak, biar kakek yang mengerjakan ini. Adit tunggu saja di rumah!”

“Adit nggak mau pulang, Adit mau bantu kakekkkkkk. . . .!!!” teriak Adit.

Sang kakek merasa terharu dengan ucapan anak sekecil itu.

“Ya sudah, Adit boleh temenin kakek. Tapi Adit bantu saja dengan doa ya!” ujar Si kakek.

“Iya kek.”

Anak kecil itu menengadahkan tangannya sambil berdoa. Ia berharap terowongan itu segera selesai. Ia juga berdoa semoga seluruh warga kampung membantu kakeknya.

Sementara itu Si kakek terus mengayun linggisnya menerjang batu-batu tebing. Keringat membasahi dahinya yang telah keriput. Ia terlihat keletihan, namun ia paksakan tenaganya tuk terus bekerja. Sampai suatu ketika, saat mengayun linggisnya, ia terjatuh tak sadarkan diri.

“Kakek. . . .kakek.., bangun kek. . . . .!!!” teriak Adit berusaha membangunkan kakeknya.

“Tolong. . . . .tolong. . .tolongggg. . . .!!!!” Adit meminta pertolongan warga kampung.

 “Ada apa dek?!!” tanya Rudi, pemuda yang baru datang mendengar teriakan itu.

“Kakek. . .kakekk. . .,” desis Adit sembari menangis.

“Ya sudah, kita bawa ke puskesmas saja.” Rudi segera membawa kakek itu.
***

Seluruh warga berkumpul mengitari si kakek yang perlahan dibenamkan ke liang lahat. Kakek itu ternyata telah menghembuskan nafas yang terakhir. Yang paling bersedih adalah cucunya, Adit. Ia menangis tersedu-sedu walau telah berusaha ditenangkan oleh Rudi dan warga lainnya.

Anak itu kini sebatang kara. Kakeknya telah tiada, semantara ibunya masih di kota dan entah kapan kembali.

“Adit tingal sama kaka aja ya?” tanya Rudi.

“Tidak mau, mau sama kakek. Mau sama kakekkkk. . . ..!!!” ucap Adit yang masih menangis di samping makam kakeknya.

“Adit, kalau Adit sedih, nanti kakeknya Adit juga ikut sedih. Sekarang Adit tinggal sama kakak saja ya, sampai ibunya Adit kembali.”

Setelah dibujuk berulang kali, akhirnya anak itu mau tinggal bersama Rudi dan orang tuanya Rudi. Namun anak itu sepanjang hari hanya terdiam sembari menangisi kakeknya. Ia masih murung di sudut ruangan. Keesokan harinya, di pagi hari ia keluar seorang diri.

“Adit, Adit mau ke mana sendirian?” tanya Rudi.

“Adit mau meneruskan perjuangan kakekkkk. . . . .!!” teriak anak itu.

Anak kecil itu menghampiri tebing tinggi tempat kakeknya membuat terowongan. Lubang di tebing itu sudah terlihat. Namun masih sangat jauh untuk menembus tebing itu. Anak itu mengambil linggis yang masih ada disana walaupun untuk mengangkatnya saja ia sudah keberatan.

Rudi berusaha mencegah anak itu. Namun keinginan anak itu begitu kuat.

“Sudahalah Adit, Adit terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan itu,” ucap Rudi.

“Tidakkk.. . . .aku ingin meneruskan perjuangan kakekk. . . . .” Adit terus bersikukuh.

Rudi pun terdiam sejenak. Ia teringat ucapan kakeknya Adit saat itu.

“Ya, bahkan mungkin usia kakek tak cukup untuk menyelesaikan terowongan ini seorang diri. Tapi kakek mengerjakan ini bukan semata untuk kakek. Jika pun ini tak selesai, maka cucu kakek yang akan meneruskannya, jika masih belum selesai, maka keturunan berikutnya yang akan menyelesaikannya. Kita hidup untuk terus berusaha, bukan menyerah hanya karena kesulitan. Bahkan air yang menetes di batu pun lama kelamaan bisa membuat batu menjadi berlubang,”  

Rudi pun merasa terhenyak ketika mengingat kembali ucapan itu. Tubuhnya bergetar. Kemudian ia memegang linggis yang sedang dipegang Adit kala itu.

“Biar kakak bantu ya Dit.”

Mereka pun berusaha memecahkan batu dinding tebing itu. Mereka meneruskan perjuangan kakek Sumardi. Dari pagi hingga petang. Begitupun keesokan harinya. Namun ketika siang itu. Mereka dikejutkan oleh para warga yang membawa peralatan tajam yang telah berdiri di belakang mereka. Rudi pun berdiri.

“Ada apa ini?” tanya Rudi kepada warga desa.

“Kami akan membantu meneruskan perjuangan kakek Sumardi,” ucap Rahmat, warga desa yang sempat meremekan kakek itu.

Rudi dan Adit merasa terharu sekali. Mereka senang sekali seluruh warga desa bisa ikut membantu. Dan kini di hari-hari berikutnya seluruh warga desa secara bergantian berusaha membuat terowongan menembus tebing itu. Dari mulai pelajar yang pulang sekolah, petani usai bekerja di sawah, dan lain sebagainya. Meskipun perjuangan mereka hanya dengan alat seadanya. Walaupun mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membuat terowongan itu. Tapi mereka merasa berhutang budi pada Kakek Sumardi. Orang yang tua renta namun masih punya semangat yang tinggi untuk desanya. Sementara saat itu warga desa lain hanya meremehkannya.
***

Tahun demi tahun berlalu. Adit si anak kecil itu kini telah remaja. Ia dan para warga desa terus konsisten membangun terowongan. Lubang di tebing itu telah cukup dalam dan sepertinya tinggal sedikit lagi. Namun ada beberapa warga desa yang sudah mulai lelah dan hampir menyerah.

“Sepertinya takkan mungkin membuat terowongan ini. Kita sudah lubangi tebing ini begitu dalam. Tapi tak tembus juga.”

“Ia, apa lebih baik kita berhenti saja. Nampaknya ini percuma. Lebih baik kita kerjakan pekerjaan kita saja,” ucap warga desa yang mulai menyerah.

“Tidak, kita tidak boleh menyerah, sedikit lagi, ya mungkin tinggal sedikit lagi.” Adit menyemangati warga lainnya.

Tak lama kemudian Secercah cahaya muncul dari dinding tebing itu. Adit segera mendorongnya dengan linggis. Dan ternyata memang benar. Lubang yang mereka buat bertahun-tahun telah menemukan hasil.

Seluruh warga bersuka cita. Namun tiba-tiba Adit terkejut ketika ia berhasil membongkar bongkahan terakhir. Di sana ternyata berdiri seorang wanita.

“Adit, ka. . .kamu Adit kan. Sekarang kau sudah besar nak,” ucap wanita 40 tahunan itu.

“I. . . ibu, mengapa ibu bisa berdiri disitu?”

“Ibu ingin kembali beberapa hari yang lalu nak. Namun ibu tak punya cukup uang untuk memutar ke pantai dan menyewa perahu. Gaji ibu sebagai pembantu di kota belum dibayarkan beberapa bulan. Ibu menunggu disini sejak kemarin. Dan ini keajaiban ibu bisa bertemu denganmu disini. Ibu sangat terkejut sekali.”

“Sudahlah bu, jangan pergi-pergi lagi,” ucap Adit seraya memeluk ibunya yang telah bertahun-tahun tak bertemu.

Seluruh warga desa pun terharu sekali. Pengorbanan mereka bekerja keras, bergotong royong telah membuahkan hasil. Bukan hanya Adit yang kini bisa bertemu dengan ibunya, tapi seluruh warga desa lainnya memetik manfaat atas terowongan itu. Kini mereka bisa mempunyai jalur ke desa lain dan bisa menju kota tanpa harus ke laut terlebih dahulu naik perahu melewati jalan memutar yang sangat jauh sekali.


Semangat dan Pengorbanan Kakek Sumardi telah menumbuhkan semangat gotong royong seluruh warga desa. Semangat gotong royong yang sudah menjadi kearifan budaya bangsa kita. Dan kini mereka bisa memetik hasilnya. 
Read More

Minggu, 09 Agustus 2015

Inspirasi dari pengamen (If you give more, you will get more)

 *gambar hanya ilustrasi

Kadang, kalo ada pengamen kebanyakan orang males buat ngasih duit. Atau kalau ngasih pun hanya kepingan recehan. Dan biasanya setiap dikasih duit, pengamen langsung pergi walau mungkin baru nyanyi satu dua bait lagu. Itu pun kebanyakan nyanyinya asal-asalan dengan kualitas vokal pas-pasan.Dengan kata lain, sebenarnya mereka sendiri merasa kalau mereka mencari uang dengan cara mengganggu orang lain.

Tapi waktu naik bus pernah suatu ketika ada pengamen masuk dan mulai menyapa penumpang di bus. Ia pun mulai bernyanyi dengan diiringi gitar yang dibawanya. Pengemen ini beda, suaranya cukup bagus dan membuat para penumpang terlihat menikmati suasana di dalam bus diiringi lantunan lagu dari si pengamen. Seolah para penumpang sedang menikmati suasana di kafe dengan kaca-kaca jendela yang mengarah ke pemandangan indah. Seolah berbagai aroma yang menyeruak di dalam bus ibarat aroma terapi yang menyejukkan.

Selesai satu lagu, pengamen itu tidak langsung meminta uang ke penumpang. Tapi ia menyanyikan lagu berikutnya untuk disuguhkan kepada para penumpang. Total sekitar 3 lagu dibawakannya.
Setelah selesai mengamen, barulah ia berjalan menghampiri penumpang satu per satu dan menyodorkan topinya untuk meminta pada siapa saja yang ikhas memberikan rejekinya. Dan ternyata sepertinya kali itu tak seperti biasanya yang ketika ada pengamen hanya sedikit orang yang memberikan uang, kali ini banyak penumpang yang memberikan uang pada pengamen itu. Dan sepertinya banyak juga yang memberikan bukan cuma sekedar recehan, tapi uang kertas.

Lalu pengamen itu pun berpamitan pada seluruh penumpang di bus seraya melantunkan doa pada para penumpang supaya diberikan keselamatan sampai tujuan masing-masing.

Pertanyaannya mengapa pengamen ini mendapat hasil yang jauh lebih banyak dibanding pengamen lain?

Yes, karena pengamen ini memberikan suatu yang lebih dibandingkan kompetitornya (pengamen lain). Baik secara kualitas dan juga kuantitas. Secara kualitas dia menyanyi tidak asal-asalan, tapi memberikan yang terbaik untuk para penumpang yang mendengarkannya. Dan secara kuantitas, dia tidak hanya menyanyi satu atau dua bait, bahkan tiga lagu sebelum menerima bayaran dari para penumpang.

Setelah mendapatkan bayaran dari para penumpang, pengamen itu pun tetap memberikan salam dan doa untuk para penumpang. Artinya pengamen ini juga memberikan pelayanan after sales yang baik.
Pemirsa... p-e pe...m-i mi.. pemirsa...!!!

Ketika kita memberikan sesuatu yang lebih baik secara kualitas maupun kuantitas, maka customer pun akan memilih kita dibanding competitor. Bahkan mereka mungkin tidak masalah mengeluarkan uang yang lebih banyak ketika merasa mendapatkan kualitas dan kuantitas yang lebih dari barang atau jasa yang kita jual.

If you give more, you will get more


Setuju atau sepakat?

Ada pengalaman lain tentang hal ini?
Read More

Rabu, 24 Desember 2014

Kisah Selamat dari kematian di Himalaya Karena Menolong Orang

Suatu ketika, di gunung Himalaya ada dua orang yang berasal dari India berjalan di gunung itu, di antara tumpukan salju yang sudah tebal. Hari itu terjadi badai salju. Angin yang berhembus kencang membawa butiran-butiran salju, membuat suhu di sana begitu dingin sampai ke tulang.Dua orang itu berjalan tergopoh-gopoh sambil menahan rasa dingin yang bisa membunuh mereka.

Suatu saat, di tengah perjalanan mereka, mereka melihat ada seorang yang tergeletak di salju. Ternyata orang itu masih hidup. Salah satu dari mereka menyarankan untuk terus melanjutkan perjalanan, dan tak usah mempedulikan orang yang tergeletak itu, tapi salah satu lagi merasa ingin menolongnya.

"Sudahlah, kita saja sudah hampir mati berjelan tergopoh-gopoh seperti ini, apalagi jika ditambah menolong orang itu," ucap orang India yang pertama.
"Tapi aku merasa kalau kita harus menolong orang ini. Dia masih hidup," kata orang India yang kedua.
"Ya sudah, kau saja yang menolong orang itu, aku tidak akan ikut-ikutan. Aku akan melanjutkan perjalanan, kalau kelamaan disini kita bisa mati," jawab orang India yang pertama.

Akhirnya orang India yang pertama berjalan lebih dulu untuk melanjutkan perjalanan. Sedangkan orang India yang kedua berusaha menggendong tubuh orang yang tergeletak tadi kemudian melanjutkan perjalanan.

Badai salju masih menghembuskan angin yang semakin dingin. Orang India yang pertama sudah berjalan di depan dan tak terlihat lagi. Sementara orang India yang kedua berjalan semakin tergopoh-gopoh karena mengangkat tubuh orang yang tergeletak tadi. Tapi kini orang India yang kedua merasa dingin yang ia rasakan sedikit berkurang karena mengangkat tubuh orang yang tadi tergeletak. Panas tubuh orang itu membuat orang India yang kedua tidak terlalu merasa kedinginan seperti sebelumnya.

Di tengah perjalanan, orang India yang kedua, yang berjalan sambil mengangkat tubuh seseorang itu, kemudian melihat salah seorang lagi yang tergeletak di salju. Dan begitu kagetnya ia, ternyata orang itu adalah sahabatnya yang sebelumnya berjalan bersamanya. Dialah orang India yang pertama tadi, yang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan lebih dulu. Dan ternyata sahabatnya itu telah tergeletak tak bernyawa karena mati kedinginan.

Nah, ternyata orang India yang kedua, yang menolong seseorang yang tergeletak tadi bisa selamat karena menolong orang lain. Tubuh orang yang dibawanya membuatnya tak terlalu merasa kedinginan, sehingga ia masih bisa bertahan hidup.

Kisah ini merupakan kisah nyata. Jadi ternyata ketika seseorang menolong orang lain, maka mungkin sadar atau tanpa disadari, seseorang itu juga akan ditolong ketika dalam kesulitan.
Read More

Sabtu, 29 Maret 2014

Kisah Anak Lemah yang berjuang menjadi Tangguh

Ini adalah sebuah kisah mengenai seorang anak. Seorang anak yang dianggap begitu lemah, sering dijahili oleh beberapa temannya, terutama Badrun, Jamal dan Tohir. Tapi saat ia dijahili, ada Lica, teman sekolah yang selalu membelanya. Selain itu ibunya pun selalu percaya bahwa anaknya kelak akan menjadi anak yang tangguh. Maka dari itu ia menamainya Tangguh Perkasa.

Akibat kejahilan ketiga temannya yaitu Badrun, Jamal, dan Tohir, Tangguh harus difitnah dan dikeluarkan dari sekolah. Ia pun merasa prustrasi dan pergi berdiri di atas batu karang di sisi laut tuk menenangkan diri. Namun tiba-tiba ia tak sadarkan diri dan terjatuh dari atas batu karang ke lautan luas. Ombak membawanya terdampar ke suatu pulau yang asing dan di pulau asing itu ia menemui pengalaman–pengalaman baru dalam hidupnya. Di sanalah ia bertemu dengan gurunya. Guru yang mengajarinya dan melatihnya untuk menjadi anak yang tangguh. Ia berlatih keras tuk menjadi seorang yang lebih tangguh secara fisik dan mental.

Sementara mendengar anaknya hilang, ayahnya berusaha keras mencari Tangguh hingga mengarungi samudra luas. Sementara ibunya pun selalu berharap Tangguh segera kembali.

Badrun, Jamal, dan Tohir yang dahulu merupakan anak yang jahil rupanya setelah dewasa mereka menjadi orang–orang jahat yang haus akan harta. Mereka tak peduli walau harus menghancurkan desa tempat mereka belajar di sekolah demi keuntungan yang mereka inginkan. Mereka juga tak peduli dengan warga desa yang tinggal di desa itu.

Setelah belajar dari gurunya di pulau asing tempat ia terdampar selama sepuluh tahun, kemudian Tangguh  kembali ke desanya. Dan betapa kagetnya ia ketika melihat kondisi desanya hancur tergusur oleh pembangunan proyek pertambangan yang dibangun oleh Badrun, Jamal, dan Tohir. Ia juga tak menemukan ayah dan ibunya di kampunya itu. Ayahnya yang semenjak mencarinya belum kembali, sementara ibunya yang selalu menentang pembangunan proyek pertambangan di kampungnya telah dihalau dari kampung itu. Bersama gurunya, dan kedua sahabat lamanya, Tangguh berjuang tuk mengembalikan desanya seperti sedia kala. Mereka sempat menggelandang di Jakarta, sempat pula mereka merasakan dinginnya ruang di balik jeruji besi. Di sisi lain, di tengah perjuangan itu ia terkejut karena Lica yang dulu selalu membelanya ketika ia dijahili, justru saat ini bersama Badrun. Namun ternyata Lica terpaksa menikah dengan Badrun karena suatu alasan.

Dan akhirnya setelah melalui perjuangan yang berliku, Tangguh beserta gurunya dan kedua sahabatnya   berhasil menyelamatkan desanya dari kehancuran. Tak lama Lica pun bebas dari cengkraman Badrun dan akhirnya Tangguh hidup bersama Lica di desa mereka yang telah mereka perjuangkan. Rumah-rumah warga desa dan sekolahnya dibangun kembali. Ia pun bertemu dengan ibunya, mencairkan kerinduan yang telah lama membeku.

Kemudian ia pun bertemu dengan ayahnya. Namun pertemuan terakhir dengan ayahnya membuatnya merasa lemah, benar-benar merasa lemah di hadapan Tuhan.

Dalam buku ini ada banyak untaian kata yang bermakna dan penuh inspirasi. Ada pula kejadian– kejadian lucu yang membuat kita tertawa geli, emosi yang meletup, serta semangat juang.  Dan dari buku setebal 400 halaman ini pula kita belajar mengenai sebuah cerita, cerita yang penuh inspirasi dan banyak hal yang dapat dipetik dari cerita ini.



Download Ebook Novel ini versi trial / GRATISNYA di http://bit.ly/1hUepVD

Dapatkan buku ini di http://bit.ly/1fTrxYj

Atau Anda juga bisa dapatkan versi ebooknya di http://bit.ly/1eDPuGM

Ingin tau lebih banyak, Like juga Fanpage https://www.facebook.com/NovelTangguhPerkasa
Read More

Senin, 10 Februari 2014

Kisah Seorang Kakek Menanam Kurma

Dikisahkan ada seorang kakek yang tua renta sedang menanam kurma. Kemudian pemuda yang melintas melihat kakek tua itu. Si pemuda pun bertanya padanya,

"Kek, kenapa kakek rajin sekali menanam kurma, padahal kakek kan sudah amat tua. Maaf kek, tapi mungkin ketika tanaman itu berbuah bisa jadi kakek telah tiada?" tanya si pemuda.

Si kakek tersenyum sesaat kemudian ia menjawab,

"Betul nak, aku memang sudah tua. Tapi walaupun kakek tak bisa menikmati apa yang kakek tanam. Bisa jadi ini bermanfaat untuk generasi berikutnya. Bukankah kita juga banyak menikmati hasil dari orang-orang sebelum kita," jawab si kakek.

Si pemuda itu pun terenyuh mendengar jawaban si kakek. Kemudian ia pun membantu si kakek mananam biji kurma itu.

Ada satu pelajaran yang menarik disini. Bagaimana seorang kakek yang sudah tua saja masih semangat menanam kebaikan. Si kakek percaya bahwa kebaikan yang ia tanam pasti membuahkan hasil dan pahala untuknya. Dan dalam hadispun berbunyi,

إِنْ قَامَتْ السَّاعَةُ وَبِيَدِ‏‎ ‎أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنْ‏‎ ‎اسْتَطَاعَ أَنْ لَا يَقُومَ حَتَّى‎ ‎يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ

“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang di antara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/183, 184, dan 191), Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2068), dan Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (479). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 9)]

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا‎ ‎إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ‏‎ ‎السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ‏‎ ‎صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتْ الطَّيْرُ‏‎ ‎فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلَا‎ ‎يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ‏‎ ‎لَهُ صَدَقَةٌ

“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya.” [HR. Muslim dalam Al-Musaqoh (3945)]


Read More

Minggu, 02 Februari 2014

Cerita Inspirasi, Guci dan Tanah Liat


Di sebuah galeri dipajang guci-guci yang indah. Di sebuah sudut tenryata ada juga tahan liat di dekat sebuah guci. Tanah liat itu bersembunyi seolah minder. Ia melihat guci-guci yang lain begitu indah dengan warna-warni dan bentuk yang menawan.

Si tanah liat kemudian bertanya pada guci yang ada di depannya,

"Hai Guci, kenapa tubuhmu bisa begitu indah?"

Si guci tersenyum dengan pertanyaan itu, kemudian ia menceritakan prosesnya hingga ia bisa menjadi indah.

"Kamu tau tanah liat, dulu aku juga sama sepertimu. Kemudian aku ditaruh di meja putar, dipukul-pukul, diputar-putar, dibentuk dan begitu seterusnya,"

Si tanah liat tak menyangka kalau si guci dulunya sama seperti dirinya. Si guci pun melanjutkan ceritanya lagi.

"Setelah jadi bentuk seperti ini kemudian aku dibakar sengan suhu yang sangat tinggi, kemudian aku diwarnai, kemudian diberi lapisan lagi dan setelah itu dibakar lagi. Rasanya begitu panas sekali. Aku begitu tersiksa," ucap si guci.

Si tanah liat menjadi bergidik. Ternyata untuk menjadi guci yang indah harus mengalami hal semcam itu, dipukul-pukul, diputar-putar, dibakar. Si tanah liat tak menyangka.

***

Dalam hidup ini, kadang ketika kita lihat orang sukses kemudian kita kagum dan ingin tau bagaimana caranya. Tapi ternyata mereka semnua telah melewati masa-sulit hingga menjadi seperti sekarang. Sama seperti guci itu.
Read More

Rabu, 22 Januari 2014

Kisah seorang bos mencari pengganti


Suatu ketika di sebuah kantor, sorang pimpinan mencari pengganti untuk posisinya saat ini. Ia bingung memilih yang mana di antara anak buahnya. Tapi ia punya prinsip kalau pemimpin itu harus memiliki kejujuran. Ia pun ingin memilih siapa yang paling jujur diantara anak buahnya.

Kemudian si bos mengumpulkan beberapa anak buahnya di ruang rapat. Saat itu ia membagikan bibit tanaman pada semua anak buahnya. Ia menginginkan anak buahnya menanam bibit itu pada sebuah pot dan merawatnya hingga menjadi tanaman. Dan si bos menetapkan suatu hari saat seluruh anak buahnya membawa pot tanaman yang telah tumbuh itu. Ia menyampaikan bahwa pada hari itu ia akan memilih siapa yang pantas jadi penggantinya.

Para anak buahnya mencoba menerka maksud si bos. Mungkin si bos ingin melihat siapa yang paling bisa merawat tanaman itu, pikir karyawan itu.

Hari demi hari berlalu. Seorang karyawan sebut saja namanya Asep mulai cemas. Karena bibit yang ia tanam di pot sama sekali belum terlihat tumbuh. Hari demi hari pun berlalu hingga waktu yang ditetapkan tiba bibit yang di tanam Asep belum juga tumbuh. Ia pun pasrah dan pada hari itu ia membawa pot yang berisi tanah tanpa tanaman sama sekali.

Begitu tiba di kantor, Asep semakin minder. Ia melihat teman-teman yang lainnya membawa tanaman yang telah tumbuh di sebuah pot. Hanya ia sendiri yang membawa pot yang berisi tanah semata.

Si bos pun tiba dan mengumpulkan anak buahnya dengan membawa pot masing-masing. Ia pun melihat satu per satu. Namun ketika melihat pot milik Asep, ia hanya tersenyum. Asep pun menunduk malu.

Kemudian si bos mengumumkan siapa yang pantas menggantikan dirinya. Dan terkejutlah seisi ruangan itu karena si bos menyebutkan nama Asep yang paling pantas menggantikan dirinya. Asep pun kaget, sementara yang lain bertanya-tanya mengapa Asep yang tak bisa merawat tanaman bisa menggantikan bos.

SI bos pun menjawab, "Saya sedang mencari orang yang paling jujur di antara kalian. Sebenranya saya memberi bibit yang mati pada kalian semua. Saya ingin melihat siapa yang paling jujur untuk tetap menanam bibit itu dan tak menggantinya dengan tanaman lain," ucap si bos.

Setelah itu, karyawan yang lainlah yang merasa malu karena ketahuan berbohong dengan mengganti bibit itu dengan yang lain karena tak kunjung tumbuh.

Demikianlah cerita seorang bos yang mencari penggantinya. Silakan simpulkan sendiri apa makna cerita di atas.


Read More